Hai orang-orang yang beriman, lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (QS.At Tahrim:6)
Islam adalah syariat yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta Manusia, hanya Dia-lah yang maha mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang maha tahu mana yang baik dan memperbaiki hamba-Nya, serta mana yang buruk dan membahayakan mereka. Oleh karena itu, Islam menjadi aturan hidup manusia yang paling baik, paling lengkap dan paling mulia, Hanya Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan dunia akhirat.
Islam adalah syariat yang diturunkan oleh Allah Sang Pencipta Manusia, hanya Dia-lah yang maha mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya. Hanya Dia yang maha tahu mana yang baik dan memperbaiki hamba-Nya, serta mana yang buruk dan membahayakan mereka. Oleh karena itu, Islam menjadi aturan hidup manusia yang paling baik, paling lengkap dan paling mulia, Hanya Islam yang bisa mengantarkan manusia menuju kebaikan, kemajuan, dan kebahagiaan dunia akhirat.
Allah Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rosul apabila dia menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu“. (QS. Al-Anfal: 24).
Allah adalah Dzat yang maha pengasih, maha penyayang dan terus mengurusi makhluk-Nya, oleh karena itu Dia takkan membiarkan makhluknya sia-sia, Allah berfirman:
Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa ada perintah, larangan dan pertanggung-jawaban)?!” (QS. Al-Qiyamah:36, lihat tafsir Ibnu Katsir 8/283).
Oleh karena itulah, Allah menurunkan syariat-Nya, dan mengharuskan manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan, tidak lain agar kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih maju, lebih mulia, dan lebih bahagia di dunia dan di akhirat.
Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah.
Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya:
“Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34).
Begitu pula firman-Nya:
“Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian” (QS. Al-Ahzab:33).
Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya
Bolehkah wanita bekerja?
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105)
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
2. Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya.
3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
4. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.
5. Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
6. Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dll
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rosul apabila dia menyerumu kepada sesuatu (ajaran) yang memberi kehidupan kepadamu“. (QS. Al-Anfal: 24).
Allah adalah Dzat yang maha pengasih, maha penyayang dan terus mengurusi makhluk-Nya, oleh karena itu Dia takkan membiarkan makhluknya sia-sia, Allah berfirman:
Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja (tanpa ada perintah, larangan dan pertanggung-jawaban)?!” (QS. Al-Qiyamah:36, lihat tafsir Ibnu Katsir 8/283).
Oleh karena itulah, Allah menurunkan syariat-Nya, dan mengharuskan manusia untuk menerapkannya dalam kehidupan, tidak lain agar kehidupan mereka menjadi lebih baik, lebih maju, lebih mulia, dan lebih bahagia di dunia dan di akhirat.
Islam menjadikan lelaki sebagai kepala keluarga, di pundaknya lah tanggung jawab utama lahir batin keluarga. Islam juga sangat proporsional dalam membagi tugas rumah tangga, kepala keluarga diberikan tugas utama untuk menyelesaikan segala urusan di luar rumah, sedang sang ibu memiliki tugas utama yang mulia, yakni mengurusi segala urusan dalam rumah.
Norma-norma ini terkandung dalam firman-Nya:
“Para lelaki (suami) itu pemimpin bagi para wanita (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (yang lelaki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (yang lelaki) telah memberikan nafkah dari harta mereka” (QS. An-Nisa: 34).
Begitu pula firman-Nya:
“Hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian” (QS. Al-Ahzab:33).
Ahli Tafsir ternama Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan perkataannya: “Maksudnya, hendaklah kalian (para istri) menetapi rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Termasuk diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syarat-syaratnya” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/409).
Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Sungguh, jika aturan ini benar-benar kita terapkan, dan kita saling memahami tugas masing-masing, niscaya terbangun tatanan masyarakat yang maju dan berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya
Bolehkah wanita bekerja?
Memang bekerja adalah kewajiban seorang suami sebagai kepala rumah tangga, tapi Islam juga tidak melarang wanita untuk bekerja. Wanita boleh bekerja, jika memenuhi syarat-syaratnya dan tidak mengandung hal-hal yang dilarang oleh syari’at.
Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan: “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan bisnis, karena Alloh jalla wa’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja dalam firman-Nya:
“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS. At-Taubah:105)
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan, jika istri ingin bekerja, diantaranya:
1. Pekerjaannya tidak mengganggu kewajiban utamanya dalam urusan dalam rumah, karena mengurus rumah adalah pekerjaan wajibnya, sedang pekerjaan luarnya bukan kewajiban baginya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
2. Harus dengan izin suaminya, karena istri wajib mentaati suaminya.
3. Menerapkan adab-adab islami, seperti: Menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahrom, dll.
4. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti: mengajar, dokter, perawat, penulis artikel, buku, dll.
5. Tidak ada ikhtilat di lingkungan kerjanya. Hendaklah ia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, misalnya: Sekolah wanita, perkumpulan wanita, kursus wanita, dll.
6. Hendaklah mencari dulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru cari pekerjaan luar rumah yang khusus di kalangan wanita. Jika tidak ada, maka ia tidak boleh cari pekerjaan luar rumah yang campur antara pria dan wanita, kecuali jika keadaannya darurat atau keadaan sangat mendesak sekali, misalnya suami tidak mampu mencukupi kehidupan keluarganya, atau suaminya sakit, dll